Sunday, 31 December 2017

Larangan Makan dan Minum Dengan Tangan Kiri


عَنْ عُمَرَ بْنَ أَبِي سَلَمَةَ يَقُولُ كُنْتُ غُلَامًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْدُ

Dari Umar bin Abu Salamah, berkata; Waktu aku masih kecil dan berada di bawah asuhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tanganku bersileweran di nampan saat makan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Wahai ananda, bacalah Bismilillah, makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah makanan yang ada di hadapanmu.” Maka seperti itulah gaya makanku setelah itu. (HR. Bukhari; 4957)




Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya, no. 2019, dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,

لَا تَأْكُلُوْا بِالشِّمَالِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ.

“Jangan kalian makan dengan tangan kiri, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kiri.“

Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2020, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِيْنِهِ، وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِيْنِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ.

“Jika salah seorang kalian makan hendaklah dia makan dengan tangan kanannya, dan jika minum hendaklah dia minum  dengan tangan kanannya, karena sesungguhnya setan makan dengan tangan kirinya dan minum dengan tangan kirinya.“

Ibnu Abdil Barr berkata, “Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa setan makan dan minum, bukan majaz. Artinya, bahwa makan dengan tangan kiri disenangi oleh setan dan dia mengajak kepadanya.”

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِيَأْكُلْ أَحَدُكُمْ بِيَمِينِهِ وَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ وَلْيَأْخُذْ بِيَمِينِهِ وَلْيُعْطِ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ وَيُعْطِي بِشِمَالِهِ وَيَأْخُذُ بِشِمَالِهِ

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaknya salah seorang dari kalian makan dengan tangan kanan, minum dengan tangan kanan, mengambil dengan tangan kanan dan memberi dengan menggunakan tangan kanannya, sesungguhnya setan makan dengan tangan kiri dan minum dengan tangan kirinya serta mengambil (sesuatu) dengan tangan kiri.” (HR.Ibnu Majah; 3257)

Kafarat Menyetubuhi Isteri Ketika Haid

Haid adalah darah yang keluar dari seorang wanita secara alami, tanpa suatu sebab dan pada waktu-waktu tertentu. Sedangkan nifas adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan, baik bersamaan dengan kelahiran atau sebelumnya dua atau tiga hari yang disertai dengan rasa sakit (kontraksi).



Hukum darah nifas sebagaimana darah haid terhadap sesuatu yang dihalalkan dan diharamkan baginya, serta yang mewajibkan dan menggugurkannya, sebagaimana gugurnya kewajiban shalat dan puasa, tidak dihalalkan bagi seorang suami menyetubuhinya hingga dirinya suci, wajib bersuci atau mandi bila telah berhenti masanya. Semua ini berlaku bagi wanita haid dan nifas.

Hukum menyetubuhi wanita yang haid atau nifas
Para ulama sepakat bahwa menyetubuhi isteri ketika haid atau nifas adalah haram, berdasarkan firman Allah:


وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


Artinya : “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, Maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)

Ayat di atas menjelaskan perintah untuk menjauhi wanita yang sedang haid, maksudnya adalah larangan menyetubuhi wanita yang sedang haid, dan tidak ada salahnya bagi seorang suami berkumpul dengan isterinya yang sedang haid atau nifas dan boleh baginya melakukan apa saja selain bersetubuh, sebagaimana hadits berikut


عَنْ أَنَسٍ أَنَّ الْيَهُودَ كَانُوا إِذَا حَاضَتْ الْمَرْأَةُ فِيهِمْ لَمْ يُؤَاكِلُوهَا وَلَمْ يُجَامِعُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ فَسَأَلَ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى}وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ {إِلَى آخِرِ الْآيَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ فَبَلَغَ ذَلِكَ الْيَهُودَ فَقَالُوا مَا يُرِيدُ هَذَا الرَّجُلُ أَنْ يَدَعَ مِنْ أَمْرِنَا شَيْئًا إِلَّا خَالَفَنَا فِيهِ فَجَاءَ أُسَيْدُ بْنُ حُضَيْرٍ وَعَبَّادُ بْنُ بِشْرٍ فَقَالَا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ الْيَهُودَ تَقُولُ كَذَا وَكَذَا فَلَا نُجَامِعُهُنَّ فَتَغَيَّرَ وَجْهُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى ظَنَنَّا أَنْ قَدْ وَجَدَ عَلَيْهِمَا فَخَرَجَا فَاسْتَقْبَلَهُمَا هَدِيَّةٌ مِنْ لَبَنٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَرْسَلَ فِي آثَارِهِمَا فَسَقَاهُمَا فَعَرَفَا أَنْ لَمْ يَجِدْ عَلَيْهِمَا


Dari Anas bahwa apabila seorang wanita Yahudi haid, maka mereka tidak memberinya makan dan tidak mempergaulinya di rumah. Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Allah menurunkan; “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, ‘Haidh itu adalah kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (al-Baqarah: 222) Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda; “Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah”. Ketika hal itu sampai kepada Yahudi, mereka berkata, “Laki-laki ini tidak ingin

meninggalkan sesuatu dari perkara kita melainkan dia menyelisihi kita.” Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kaum Yahudi berkata demikian dan demikian, maka kami tidak menyenggamai kaum wanita.” Raut wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berubah hingga kami mengira bahwa beliau telah marah pada keduanya, lalu keduanya keluar, keduanya pergi bertepatan ada hadiah susu yang diperuntukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Maka beliau kirim utusan untuk menyusul kepergian keduanya, dan beliau suguhkan minuman untuk keduanya. Keduanya pun sadar bahwa beliau tidak marah atas keduanya.”


Dari keterangan diatas menjadi jelas bahwa haram hukumnya seseorang menyetubuhi isterinya ketika haid atau nifas, namun mereka berbeda pendapat apakah wajib membayar kafarat (denda) ataukah tidak. diantara pendapat-pendapat mereka adalah

1. Wajib baginya memohon ampunan kepada Allah dan tidak mengulangi perbuatannya, serta tidak ada kewajiban baginya membayar kafarat, ini adalah pendapat Maliki, Syafi’i, Abu Hanifah, demikian pula pendapat Rabi’ah, Yahya bin Said dan Daud.

2. Wajib baginya bersedekah, ini adalah pendapat al Hasan dan Sa’id, akan tetapi keduanya berkata; “Memerdekakan budak diqiyaskan dengan seseorang yang jima’ di siang hari bulan Ramadhan.”

3. Imam Ahmad mengatakan ia wajib bersedekah satu dinar atau setengah dinar. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas. Beliau mengatakan; “Alangkah baiknya hadits Abdul Hamid dari Miqsam dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar.” Dalam riwayat lain beliau ditanya; “Apakah anda berpendapat seperti itu? Beliau menjawab; “Ya.”

4. Ath Thabari mengatakan bahwa dianjurkan baginya bersedekah satu atau setengah dinar, namun apabila tidak melakukannya maka tidak mengapa baginya, dan ini adalah pendapat imam As Syafi’I ketika di Baghdad.

5. Sekelompok Ahli hadits mengatakan jika dia menyetubuhinya pada saat darah masih keluar maka diwajibkan atasnya satu dinar dan jika dia menyetubuhinya setelah darah itu berhenti maka wajib atasnya setengah dinar. Mereka berhujjah dengan hadits mauquf berikut;

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ إِذَا أَصَابَهَا فِي الدَّمِ فَدِينَارٌ وَإِذَا أَصَابَهَا فِي انْقِطَاعِ الدَّمِ فَنِصْفُ دِينَارٍ

Dari Ibnu Abbas, ia berkata; apabila seseorang menggauli (istri)nya ketika haid maka ia bersedekah satu dinar, dan apabila menggaulinya ketika telah terhentinya darah haid (sebelum bersuci) maka ia bersedekah setengah dinar.

6. Al Auza’i berpendapat bahwa barangsiapa yang menyetubuhi istrinya dalam keadaan haid maka hendaklah dia bersedekah dengan 2/5 dinar. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas juga

وَرَوَى الْأَوْزَاعِيُّ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي مَالِكٍ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آمُرُهُ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِخُمْسَيْ
دِينَارٍ وَهَذَا مُعْضَلٌ

Dan diriwayatkan oleh Al-Auza’i dari Yazid bin Abu Malik dari Abdul Hamid bin Abdurrahman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Aku perintahkan dia untuk bersedekah dengan
dua perlima dinar”. Dan ini adalah hadits mu’dlal

Al Khithabi mengatakan; “kebanyakan para ulama berpendapat bahwa tidak mengapa baginya (tidak membayar kafarat) dan hendaknya ia meminta ampun kepada Allah, sebab mereka mengira bahwa hadits ini (hadits Ibnu Abbas) adalah mursal atau mauquf atas Ibnu Abbas, tidak shahih apabila dihukumi muttashil marfu’ (bersambung hingga Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), kemudian aku mengetahui bahwa menyetubuhi istri pada kemaluannya dengan sengaja hukumnya haram menurut kesepakatan para ulama. Kalau tetap menyetubuhinya, menurut Abu Hanifah, Malik, As Syafi’I dalam qaul jadid dan yang rajih dalam mazhabnya, Ahmad dalam salah satu riwayatnya menyatakan hendaknya ia meminta ampun kepada Allah dan bertaubat atas perbuatannya. Akan tetapi menurut As Syafi’I dianjurkan bersedekah dengan satu dinar apabila menyetubuhi ketika diawal-awal haid, dan setengah dinar ketika di akhir-akhir masa haidnya.

Pada dasarnya bagi seseorang yang menggauli istrinya dalam keadaan haid, hanya diwajibkan kepada dirinya untuk bertaubat dan beristighfar kepada Allah, tanpa harus mengeluarkan sedekah sebagai kafaratnya. Namun demi kehati-hatian, bagi seseorang yang telah menyetubuhi isterinya ketika haid atau nifas, disamping bertaubat kepada Allah, hendaklah dirinya berusaha mengeluarkan sedekahnya dengan satu atau setengah dinar sebagai kafaratnya jika Allah memberikan kelapangan rizki padanya.


Baca selanjutnya di:

http://kaifahal.com/kafarat-menyetubuhi-isteri-ketika-haid-2/

Ini Hukum Sebenar Pakai Telekung Berwarna Ketika Solat !! Masih Ramai yang Masih Tak Tahu lagi !!

Ini Hukum Sebenar Pakai Telekung Berwarna Ketika Solat !! Masih Ramai yang Masih Tak Tahu lagi !!



Zaman sekarang kan dah semakin maju. Tidak kira pakaian, makanan , dan sebagainya, rata-rata sudah banyak hilang ciri-ciri keasliannya. Walaupun zaman semakin moden, kita sebagai pengguna haruslah mengambil tahu apa yang patut dan tidak patut diguna pakai, ya tak? Jangan sekadar terpengaruh semata-mata, nak ikut trend tak salah, tapi kena bijak. Kalau bercakap dari segi agama, telekung solat pun dah bermacam-macam warna dah dikeluarkan. Ada warna hitam, hijau dan sebagainya. Sah ke tak solat jika kaum wanita guna telekung warna lain selain putih?

Soalan: Apakah hukum memakai telekung berwarna ketika solat?

Ina, Terengganu.

Jawapan UKE: Syarat sah solat ialah menutup aurat. Selagi mana pakaian itu menutup aurat maka sahlah solat itu. Maka hendaklah dipenuhi kriteria yang dikatakan menutup aurat sebab ada yang menutup aurat tetapi tidak kena, sebab ketat atau jarang dan sebagainya.

Masyarakat wanita Islam di Malaysia mengamalkan pemakaian telekung ketika solat dan ini sangat bagus sebab longgarnya, sempurna tutupan auratnya dan memelihara daripada penonjolan bentuk tubuh badan apatah lagi dengan warna putih sebagai lambang bersih dan supaya menjaga mata dan hati agar khusyuk ketika solat.

Apabila semua berwarna putih maka diamlah hati daripada berkata-kata tentang telekung orang lain sebab semua telekung adalah sama warnanya.

Itulah hikmah telekung berwarna putih. Namun trend sekarang lebih kepada bercorak warna-warni dan sebagainya.

Hukumnya tetap sah jika terpelihara auratnya tetapi bab warna itu, pastikan telekung yang kita pakai adalah sederhana corak dan warnanya supaya mendatangkan khusyuk kepada semua jemaah dan tidak menimbulkan ujub kepada si pemakai. Itulah yang sebaik-baiknya.

Jawapan Imam Muda Asyraf: “Andainya seorang wanita memakai baju kurung atau pakaian yang menepati syarat aurat, walaupun ia berwarna-warni, solatnya tetap sah. Menurut Jumhur Ulama, diwajibkan wanita dalam solat adalah memakai baju dan tudung kepala. Maka Ibnu Munzir berpendapat: “Jika kain dipakai cukup luas lalu ia menutupi kepalanya dengan kelebihan kain itu, maka ia dibolehkan.”

Aurat wanita ketika solat sama seperti aurat wanita di luar solat. Seperti batasan aurat wanita yang diguna pakai masyarakat di Malaysia dengan merujuk kepada pandangan Mazhab Syafie iaitu seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan. Berasaskan pandangan ini, tidak semestinya telekung saja boleh dijadikan pakaian solat. Baju kurung, jubah dan blaus juga boleh dijadikan pakaian solat walaupun ia bukan berwarna putih.”


Kredit: airsoya.com

Baca lebih lanjut di:

http://bibirbergetar.com/ini-hukum-sebenar-pakai-telekung-berwarna-ketika-solat-masih-ramai-yang-masih-tak-tahu-lagi/

Hukum Menikahi Sepupu Dalam Islam

A. Pendahuluan



Bagaimanakah hukum menikahi sepupu dalam islam? Banyak dari kita yang mungkin bertanya-tanya tentang masalah yang satu ini. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman dengan kurangnya referensi-referensi dari permasalahan tersebut untuk dijadikan rujukan. Oleh sebab itu, kami akan mencoba membantu teman-teman yang butuh penjelasan tentang masalah ini. Semoga, dengan adanya artikel kami ini, bisa bermanfaat bagi kita semua. Selamat membaca

B. Permasalahan.
Hukum menikahi sepupu dalam Islam.

Misan atau sepupu atau saudara sepupu (kakak maupun adik) adalah saudara senenek. Sepupu berasal dari kata “pupu” yang artinya nenek moyang. (wikipedia).

Untuk menjawab permasalahan ini, alangkah lebih baiknya bila kita lihat keterangan-keterangan di bawah ini yang menjelaskan tentang orang-orang yang haram untuk dinikahi.

Orang yang haram untuk dinikahi:

Ibu dan orang tua dari ibu dan seterusnya
Anak perempuan dan anaknya anak perempuan tersebut dan seterusnya
Saudara perempuan dari bapak atau ibu  maupun keduanya
Saudara perempuan ibu secara haqiqotan atau saudara perempuan ibunya bapak
Saudara perempuan dari bapak atau saudara perempuan dari bapaknya bapak
Anak perempuan dari saudara laki-laki
Anak perempuan dari saudara perempuan
Perempuan yang menyusuimu, walaupun ia bukan ibu kandungmu
Saudara perempuan sepersusuan. Jadi, perempuan yang satu sepersusuan denganmu adalah saudara perempuan sepersusuanmu, walaupun ia bukan saudara perempuan kandungmu
Ibu dari istri atau ibu dari ibunya istri, entah itu dari nasab atau satu sepersusuan. Hal ini berdasarkan surat An-Nisa’ ayat 23
Anak perempuan dari istri dengan catatan suami dan istri telah berhubungan suami istri. Hal ini berdasarkan keterangan dari surat An-Nisa’ ayat 23.
Istri dari anak, berdasarkan keterangan dari surat An-Nisa’ ayat 23
Keterangan di atas adalah orang-orang yang haram untuk dinikahi selamanya. Namun, ada juga orang yang haram untuk dinikahi, namun tidak haram untuk selamanya, hanya saja tidak boleh dinikahi semuanya dan hanya boleh dinikahi salah satunya saja. Agar lebih memahamkan contohnya adalah: Saudara perempuan dari istri. Saudara perempuan dari istri haram hukumnya untuk dinikahi, namun tidak bersifat selamanya, sehingga misalkan istri meninggal, sang suami boleh untuk menikahi saudara perempuan istrinya tersebut.

Orang yang haram dinikahi namun tidak untuk selamanya selain dari saudara perempuan istri ialah:

Saudara perempuan dari bapaknya istri
Saudara perempuan dari ibunya istri
Saudara perempuan dari bapak atau ibunya istri tersebut haram untuk dinikahi, namun tidak haram untuk selamanya, sehingga apabila misalkan istri meninggal, suami boleh menikahi saudara perempuan bapak atau ibunya istri tersebut.

C. Kesimpulan
Dari keterangan-keterangan di atas, dapat kita simpulkan bahwa hukum menikahi sepupu dalam islam adalah boleh (dalam keterangan tidak ada larangan untuk menikahi sepupu), bahkan dalam kitab Haasyiyyah Asy-Syiekh Ibraahiim Al-Bayjuriy dijelaskan secara langsung tentang masalah hukum menikahi saudara sepupu. Di situ dijelaskan bahwa: Orang yang diharamkan untuk dinikahi sebab adanya hubungan nasab ada dua, yang mana salah satunya adalah perempuannya saudara kecuali anak perempuannya saudara perempuan dari bapak atau saudara perempuan dari ibu.

(Referensi: Haasiyyah Asy-syiekh Ibraahiim Al-Baijury, cetakan Daarul kutub, Baerut Lebanon, Juz 2, halaman 205-215)

Baca selanjutnaya di:

http://hukum-islam.net/hukum-menikahi-sepupu-dalam-islam-menurut-saudara/

Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam

A. Pendahuluan.


Meluruskan rambut atau rebonding adalah salah satu pilihan bagi wanita agar mereka terlihat lebih cantik atau mungkin mereka sudah bosan dengan gaya rambut mereka sebelumnya. Mereka melakukan itu semua tanpa mereka memikirkan bagaimana Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam.

B. Permasalahan.

Sebenarnya bagaimanakah Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam?
C. Dalil.

Di dalam masalah meluruskan rambut atau rebonding ini saya khawatir akan adanya taghyirulkholqi (merubah ciptaan Allah), yang mana itu di haramkan dan termasuk salah satu dari dosa besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an;

“Maka aku (syaitan) sungguh akan menyuruh mereka untuk merubah ciptaan Allah.”[QS. An Nisa’:199] Kita pasti sudah tahu kalau ajakan syaitan pasti bertentangan dengan perintah Allah. Dan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah adalah dosa.

Keharaman penglurusan rambut atau rebonding juga berdasar atas dalil dengan jalan qiyas, yaitu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA yang artinya:

“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut bulu alis dan yang minta dicabutkan bulu alisnya, serta wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan. Mereka telah merubah ciptaan Allah.”[HR Bukhari].

Hukum mentato, mencabut bulu alis, serta merenggangkan gigi untuk kecantikan disamakan dengan meluruskan rambut atau rebonding, karena mempunyai ‘ilat yang sama , yaitu Taghyirulkholqi.

D. Pendapat para Ulama.

Namun menurut MUI, Hukum meluruskan rambut atau rebonding tergantung dari tujuan dan dampak melakukan penglurusan rambut atau rebonding tersebut.” Jika tujuan dan dampaknya negatif maka haram. Sebaliknya, jika tujuan dan dampaknya positif maka di perbolehkan, bahkan di anjurkan” kata wakil sekretaris  Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am shaleh di jakarta.

Adapun hukum haram dalam meluruskan rambut atau rebonding yang di hasilkan  Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri[FMP3] se-jawa timur di Lirboyo, Kediri, harus di pahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat, kata Asrorun Ni’am shaleh, yang juga dosen Fakultas syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Ustadzs Darul Azka(30), salah satu perumus Komisi FMP3, menyampaikan bahwa fatwa ini di tujukan terutama bagi wanita yang berstatus single atau belum berkeluarga.

E. Kesimpulan.

Kesimpulannya yaitu: Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam adalah  HARAM apabila tujuan dan dampaknya negatif, seperti untuk sombong sombongan. Sebaliknya, apabila tujuan dan dan dampaknya positif maka di perbolehkan, seperti untuk menyenangkan suami. Wallahu a’lam.

Demikianlah penjelasan tentang Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam. Semoga bermanfaat. Jika Anda menyukai artikel ini, mohon berikan like, twit atau berkomentar di bawah ini agar dapat menjadi referensi bagi teman jejaring sosial Anda. Terima kasih.


Baca selanjutnya di:

http://hukum-islam.net/hukum-meluruskan-rambut-atau-rebonding-dalam-islam/
A. Pendahuluan.



Meluruskan rambut atau rebonding adalah salah satu pilihan bagi wanita agar mereka terlihat lebih cantik atau mungkin mereka sudah bosan dengan gaya rambut mereka sebelumnya. Mereka melakukan itu semua tanpa mereka memikirkan bagaimana Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam.

B. Permasalahan.

Sebenarnya bagaimanakah Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam?
C. Dalil.

Di dalam masalah meluruskan rambut atau rebonding ini saya khawatir akan adanya taghyirulkholqi (merubah ciptaan Allah), yang mana itu di haramkan dan termasuk salah satu dari dosa besar. Allah berfirman dalam Al-Qur’an;

“Maka aku (syaitan) sungguh akan menyuruh mereka untuk merubah ciptaan Allah.”[QS. An Nisa’:199] Kita pasti sudah tahu kalau ajakan syaitan pasti bertentangan dengan perintah Allah. Dan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah adalah dosa.

Keharaman penglurusan rambut atau rebonding juga berdasar atas dalil dengan jalan qiyas, yaitu hadits yang di riwayatkan oleh Ibnu Mas’ud RA yang artinya:

“Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut bulu alis dan yang minta dicabutkan bulu alisnya, serta wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan. Mereka telah merubah ciptaan Allah.”[HR Bukhari].

Hukum mentato, mencabut bulu alis, serta merenggangkan gigi untuk kecantikan disamakan dengan meluruskan rambut atau rebonding, karena mempunyai ‘ilat yang sama , yaitu Taghyirulkholqi.

D. Pendapat para Ulama.

Namun menurut MUI, Hukum meluruskan rambut atau rebonding tergantung dari tujuan dan dampak melakukan penglurusan rambut atau rebonding tersebut.” Jika tujuan dan dampaknya negatif maka haram. Sebaliknya, jika tujuan dan dampaknya positif maka di perbolehkan, bahkan di anjurkan” kata wakil sekretaris  Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am shaleh di jakarta.

Adapun hukum haram dalam meluruskan rambut atau rebonding yang di hasilkan  Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri[FMP3] se-jawa timur di Lirboyo, Kediri, harus di pahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat, kata Asrorun Ni’am shaleh, yang juga dosen Fakultas syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Ustadzs Darul Azka(30), salah satu perumus Komisi FMP3, menyampaikan bahwa fatwa ini di tujukan terutama bagi wanita yang berstatus single atau belum berkeluarga.

E. Kesimpulan.

Kesimpulannya yaitu: Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam adalah  HARAM apabila tujuan dan dampaknya negatif, seperti untuk sombong sombongan. Sebaliknya, apabila tujuan dan dan dampaknya positif maka di perbolehkan, seperti untuk menyenangkan suami. Wallahu a’lam.

Demikianlah penjelasan tentang Hukum Meluruskan Rambut atau Rebonding Dalam Islam. Semoga bermanfaat. Jika Anda menyukai artikel ini, mohon berikan like, twit atau berkomentar di bawah ini agar dapat menjadi referensi bagi teman jejaring sosial Anda. Terima kasih.


Baca selanjutnya di:

http://hukum-islam.net/hukum-meluruskan-rambut-atau-rebonding-dalam-islam/

Hukum Luqatah (jumpa barang orang lain)

Assalamualaikum ustaz,

Dalam kehidupan seharian kita lebih-lebih lagi bila duduk asrama, seringkali kita terjumpa barang hilang/barang orang tinggal. Boleh tak kita guna barang tersebut?



1. Saya pernah dgr ada ustaz kata jika tinggal di tempat waqaf, boleh pakai, tapi mesti niat untuk pulang?
2. Saya juga ada baca dalam hadith sahih bukhari muslim, boleh pakai selepas setahun. Tapi ada ustaz kata untuk 3 hari bahkan sehari pun ada?


Jawapan:
الحمد لله

Soalan ini berkaitan dengan luqatah iaitu barang yang hilang dari empunyanya .Salah satu dari matlamat syariah (maqasid syariah) adalah menjaga harta lebih-lebih lagi kalau harta itu kepunyaan orang Islam .Dan harta tidak boleh dimusnahkan begitu sahaja.


Apakah tindakan kita apabila kita terjumpa barang-barang di tengah jalan atau di tempat kita tinggal dan sebagainya?

Ulama’ telah memberi panduan kepada kita berdasarkan hadith-hadith Rasulullah SAW tindakan yang perlu kita lakukan. Antara perkara yang penting yang kita perlu ambil perhatian ialah kita menilai “barang “yang kita jumpa itu .

i.          Jika barang yang kita jumpa itu ,barang yang remeh dan tidak menjadi tumpuan penduduk setempat  seperti    roti ,buah-buahan ,kayu  maka orang yang menjumpainya boleh mengambil menafaat daripadanya tanpa perlu untuk mengiklankan penemuannya.Ini berdasar hadith Rasulullah SAW

لما روى جابر قال : ( رخص رسول الله صلى الله عليه وسلم في العصا والسوط والحبل يلتقطه الرجل ) رواه أبو داود .

Jabir meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW memberi rukhsah untuk mengambil kayu rotan,tali yang dijumpai oleh seorang lelaki.

ii.         Jika barang-barang yang dijumpai itu barang-barang yang besar seperti kereta,tong sampah yang besar dan lain-lain  ataupun haiwan-haiwan yang mampu mempertahankan dirinya sendiri dan mampu mencari kehidupannya sendiri seperti lembu ,kuda dan sebagainya ,maka haram bagi orang yang menjumpainya untuk mengambilnya berdasarkan hadith nabi SAW


( مالك ولها ؟! معها سقاؤها وحذاؤها ترد الماء ، وتأكل الشجر ، حتى يجدها ربها ) متفق عليه ،

Biarkanlah ia ! apa pula urusan kamu .Ia mampu mencari air sendiri an mencari makan sendiri sehingga ia bertemu dengan tuannya.

وقال عمر : ( من أخذ الضالة فهو ضال )

Barangsiapa yang mengambil haiwan yang sesat ssunggunya ia telah bersalah .

iii.        Jika barang yang ditemui itu berupa barang-barang yang tidak remeh di mata masyarakat setempat dan tidak pula barang-barang yang besar seperti kategori di atas maka ada tiga keadaan :-

a)         Jika ia termasuk haiwan yang boleh dimakan seperti ayam dan lain-lain ,orang yang menemuinya hendaklah menimbang langkah yang paling menguntungkan empunya haiwan itu samada

Memakan dengan berhutang  kos nya apabila empunya nya ditemui.
Menjual dan simpan wang jualannya untuk diserahkan kepada empunyanya selepas disimpan rekod spesifikasi barang tersebut
Menjaga barang berkenaan termasuk menanggung kos jagaan (jika ada) tanpa memiliki haiwan  berkenaan ,apabila empunya menuntut semula , kos penjagaan itu dituntut semula daripadanya.
( خذها ، فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب ) متفق عليه

Bermaksud :Ambillah kerana haiwan itu samada untuk kamu , atau saudara kamu ataupun untuk serigala.

b)         Barang-barang yang mudah rosak dan tidak tahan lama seperti buah-buahan ,langkah yang perlu diambil seperti langkah-langkah di atas.

c)         Barang-barang yang ditemui itu tidak termasuk kategori barang a dan b di atas , hendaklah diambil atas dasar sebagai menyimpan amanah orang lain dan hendaklah dihebahkan di tempat ramai manusia .Berdasarkan hadith :

حديث زيد بن خالد الجهني رضي الله عنه ، قال : سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق ؟ فقال : ( اعرف وكاءها وعفاصها ، ثم عرفها سنة ، فإن لم تعرف ، فاستنفقها ، ولتكن وديعة عندك ، فإن جاء طالبها يوماً من الدهر ، فادفعها إليه ) ، وسأله عن الشاة ؟ فقال : ( خذها ، فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب )، وسئل عن ضالة الإبل ، فقال : ( مالك ولها ؟! معها سقاؤها وحذاؤها ترد الماء ، وتأكل الشجر ، حتى يجدها ربها ) متفق عليه

Berdasar hadith di atas langkah berikut perlu diambil

1.Rekodkan spesifikasinya

2.Hebahkan selama setahun .Ulama memberi panduan pada minggu-minggu awal dihebahkan setiap hari dan pada minggu-minggu berikutnya dihebahkan mengikut kesesuaian.Tujuan utamanya adalah untuk mencari empunyanya Maka paza zaman ini bolehlah gunakan teknologi yang ada untuk mencapai maksud berkenaan.

3.Jika cukup setahun empunyanya tidak menuntut , maka bolehlah dimiliki atau dijual tetapi hasilnya itu berstatus wadi’ah pada jagaan orang yang menemuinya .

4.Jika empunyanya menuntut pula selepas itu maka hendaklah diberikan selepas kita berpuas hati terhadap padanan antara spesifikasi barang berkenaan dengan maklumat yang diberi oleh empunyanya.

والله اعلم

وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Ustaz Zamri Hashim
Sekretariat MUIS

HUKUM BERNIKAH DENGAN WANITA HAMIL AKIBAT ZINA

SOALAN:


Maaf ustaz, persoalan sah ke pernikahan di antara wanita yang mengandung iaitu anak zina dengan lelaki yg menghamilkan nya. Kerana saya dapati banyak dalam Facebook di post kan mengenai isu ini di antaranya nikah itu tidak sah untuk perempuan yang sedang hamil anak zina . sehingga lah anak itu di lahirkan.mohon pencerahan ustaz. memandangkan ada antara kenalan saya baru saja bernikah dalam mengandung anak zina dengan lelaki itu.di mana sahabat saya sedang mengandung 4 bulan semasa pernikahan itu.terima kasih ustaz.


JAWAPAN:

Waalaikumussalam wbt,

Perkara ini khilaf dalam kalangan ulama. Dalam mazhab al-Syafie pernikahan itu sah:

“Jika seorang lelaki mengahwini seorang perempuan yang hamil daripada perbuatan zina sahlah nikahnya di sisi Abu Hanifah dan Muhammad (bin Hasan al-Syaibani), tetapi tidak dibenarkan dia menyetubuhi isterinya itu sehingga dia melahirkan anak, supaya dia tidak menjadikan airnya mengalir atas ladang orang lain (maksudnya ialah jimak) , berdasarkan sabda Rasulullah SAW tidak dihalalkan bagi seorang yang beriman dengan Allah dan Hari Akhirat untuk mengalirkan air atas ladang orang lain dan sabda Baginda SAW bahawa jangan disetubuhi orang hamil sehingga dia bersalin maka inilah dalil menunjukkan larangan menyetubuhi isteri itu sehingga dia bersalin. Berbeza dengan mazhab Syafie yang mengatakan bolehnya bernikah dan bersetubuh bagi perempuan yang hamil daripada zina menurut pendapat yang asah.”

Rujuk Kitab Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (29/338)

Dalil dalam mazhab al-Syafie ialah berdasarkan firman Allah SWT:

وَأُحِلَّ لَكُم مَّا وَرَاءَ ذَٰلِكُمْ

Maksudnya: Dan (sebaliknya) dihalalkan bagi kamu perempuan-perempuan yang lain daripada yang tersebut itu (yakni yang diharamkan dalam ayat sebelumnya).

Daripada Ibn Umar, sabda Rasulullah SAW:

لاَ يُحَرِّمُ الْحَرَامُ الْحَلاَلَ

Maksudnya: Perkara yang haram tidak mengharamkan perkara yang halal.

Riwayat Ibn Majah (2015)

Justeru, seperti mana halal menikahi seorang wanita sebelum dia berzina dan sebelum dia hamil maka tidaklah haram bernikah kerana nikah.

Terdapat riwayat bahawa seorang lelaki pernah memiliki anak lelaki. Dia berkahwin dengan seorang wanita yang memiliki seorang anak perempuan, lalu anak kepada lelaki dan anak kepada perempuan itu berzina. Maka Saidina Umar al-Khattab RA bertanya kepada mereka hal itu, lalu mereka mengakuinya dan Umar menyebat kedua-duanya. Umar bercadang untuk mengahwinkan mereka berdua tetapi tidak dipersetujui oleh anak lelaki tersebut, dan Umar tidak menganggap hal itu menyebabkan iddah. Perkara itu tidak diingkari oleh para sahabat, lalu perkara tersebut jadilah ijmak. Zina itu persetubuhan yang tidak melayakkan nasab keturunan, atau begitu juga hamil akibat zina, justeru ia tidak menghalang sahnya nikah pada waktu mengandung.

Rujuk Kitab al-Majmu Sharh al-Muhazzab (16/241-242)

Persidangan Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia Kali Ke-3 yang bersidang pada 21-22 Januari 1971 telah membincangkan Mengahwini Perempuan Yang Sedang Mengandung Anak Luar Nikah. Persidangan telah memutuskan bahawa perempuan yang sedang mengandung anak luar nikah harus dinikahkan tetapi anaknya

• tidak boleh dinasabkan kepada lelaki itu,

• tidak dapat pusaka daripadanya,

• tidak menjadi mahram kepadanya

• dan lelaki itu tidak boleh menjadi walinya.

Wallahua’lam.


Sumber:

http://www.muftiwp.gov.my/index.php/ms-my/perkhidmatan/al-kafili-al-fatawi/1188-al-kafi-293-hukum-bernikah-dengan-wanita-hamil-akibat-zina

Hukum Bawa Telefon Ada Perisian Al-Quran Ke Tandas

Hukum Bawa Telefon Ada Perisian Al-Quran Ke Tandas | Kecanggihan teknologi kini menyaksikan pelbagai aplikasi keagamaan dimuat turun di dalam telefon pintar antaranya paparan ayat-ayat suci al-Quran dan aplikasi surah-surah tertentu.



Perlukah ada adab-adab yang tertentu kerana gajet ini dibawa ke tandas dan diletak di tempat yang tidak sepatutnya. Tolong ustaz berikan pencerahan?

Jawapan
Telefon pintar yang mempunyai perisian al-Quran bukanlah sebuah mushaf al-Quran. Oleh itu, kewajipan mempunyai wuduk pada pendapat sebahagian ulama untuk memegang al-Quran tidak terpakai untuk telefon pintar. Maka wuduk tidak diperlukan untuk telefon bimbit yang mempunyai perisian al-Quran.

Telefon pintar ini juga harus dibawa masuk ke dalam tandas. Walaupun terdapat perisian al-Quran, namun perisian al-Quran itu seumpama hati manusia yang menghafaz al-Quran. Insan yang menghafaz al-Quran atau sebahagian al-Quran mempunyai perisian al-Quran dalam dirinya.

Namun tidak haram baginya untuk masuk ke dalam tandas walaupun al-Quran berada dalam dirinya. Maka begitu juga telefon pintar ini. Namun jika al-Quran terpapar di skrin telefon pintar, maka adalah tidak wajar untuk telefon pintar ini dibawa masuk ke dalam tandas.

Baca lebih lanjut di:

http://www.panduanmalaysia.com/2014/06/hukum-bawa-telefon-ada-perisian-al.html

BOLEHKAH kita berWUDHU' Dalam Tandas Sedangkan Tandas Adalah Tempat Kita BERHADAS?

Apakah hukumnya untuk seseorang itu mengambil wudhu’ di dalam tandas atau bilik air? Suasana rekabentuk rumah dan bangunan masa kini tidak meninggalkan kita sebarang pilihan kecuali berwudhu’ di dalam bilik air. Semasa berwudhu’ di dalam bilik air, adakah dibolehkan kita menyebut nama Allah ketika melafazkan niat, begitu juga membaca zikir-zikir dan doa-doa khas ketika membasuh setiap anggota wudhu ?


Jawapan:

Pertama: Apakah hukum mengambil wudhu’ dalam bilik air ?

Tidak mengapa jika seseorang mengambil wudhu’ dalam bilik air yang dipisahkan tandasnya. Namun jika bilik air dan tandas didirikan bersama tanpa sebarang pemisah, maka sebaik-baiknya diusahakan agar tidak berwudhu’ di situ kerana wudhu’ dalam Islam adalah merupakan satu bentuk ibadah dan semua ibadah hendaklah dilakukan di tempat yang bersih dan terpelihara. Lebih dari itu bilik air yang bertandas adalah tempat yang digunakan untuk menunaikan hajat besar dan kecil, maka dikhuatiri seseorang itu akan terkena najis ketika dia sedang berwudhu’.

Jika seseorang itu tidak memiliki pilihan, maka dibolehkan dia berwudhu’ dalam bilik air yang bertandas dan wudhu’nya tetap sah. Hendaklah dia perhatikan adab-adab memasuki bilik air dan menjaga dirinya daripada terkena sebarang najis.

Kedua: Bolehkah kita menyebut nama Allah dan berzikir dalam bilik air ?

Abdullah ibnu Umar radiallahu ‘anhuma berkata: Seorang lelaki berjalan di hadapan Nabi sallallahu ‘alaihi wassalam sedang di saat itu baginda membuang air kecil, lelaki itu memberi salam kepada baginda namun baginda tidak menjawabnya. [Sahih Muslim – no: 370]

Dalam sebuah hadis daripada al-Muhajir bin Qunfudz radiallahu ‘anhu, beliau berkata: Aku datang kepada Nabi sallallahu ‘alaihi wassalam ketika baginda sedang buang air kecil, lalu aku mengucapkan salam kepadanya namun baginda tidak menjawabnya sehinggalah baginda berwudhu’, kemudian baginda meminta maaf kepadaku dan bersabda:

“Sesungguhnya aku tidak suka berzikir kepada Allah Ta‘ala kecuali dalam keadaan suci.” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, an-Nasai dan Ibnu Majah, dan disahihkan oleh Imam Nawawi dalam al-Adzkar (Maktabah Nazar Mustofa al-Baz, Makkah 1997), 1/65, no: 70.

Dari hadis ini berkata Imam Nawawi: Teman-teman kami mengatakan, adalah makruh mengucapkan salam (kepada seseorang yang sedang menunaikan hajatnya). Jika seseorang mengucapkan salam kepadanya, dia tidak berhak menjawabnya. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Umar dan al-Muhajir yang telah dinyatakan sebelum ini. [ibid, ms 33]

Berdasarkan hadis di atas dan melalui kaedah qiyas, dimakruhkan bagi seseorang untuk menyebut nama Allah atau berzikir ketika dia sedang menunaikan hajatnya, sama ada hajat besar atau hajat kecil. Namun diperselisihkan hukumnya bagi seseorang yang berada di dalam bilik air bertandas dan tidak menunaikan hajat besar atau kecil, adakah dia dibolehkan menyebut nama Allah dan berzikir ?

Pendapat pertama berkata boleh kerana hadis di atas khusus kepada suasana orang yang sedang menunaikan hajatnya sahaja. Pendapat kedua berkata ia tetap makruh kerana suasana bilik air yang bertandas bukanlah tempat yang sesuai untuk disebut nama Allah dan berzikir kepadaNya, sebagaimana tidak sesuai bagi seseorang yang sedang menunaikan hajatnya untuk melakukan yang sedemikian. Pendapat yang kedua adalah yang terpilih, Allah sahaja yang mengetahuinya.

Imam Nawawi menambah, dibolehkan berzikir umpama menyebut Hamdalah ketika bersin di dalam bilik air sekalipun ketika menunaikan hajat jika zikir tersebut adalah di dalam hati dan tidak disebut dengan lisan. [ibid, ms 33]

Adapun membaca lafaz niat, zikir dan doa ketika berwudhu’, hal ini tidak ditemui contohnya daripada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam. Maka sebaiknya semua ini ditinggalkan tanpa mengira sama ada di dalam bilik air atau tidak. Yang dituntut hanyalah membaca Basmalah di permulaan wudhu’ sebagaimana perintah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wassalam:

Tidak ada solat bagi orang yang tidak berwudhu’ dan tidak ada wudhu’ bagi orang yang tidak menyebut nama Allah ke atasnya (ketika mengerjakannya) .

Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan lain-lain dengan beberapa lafaz yang berbeza tetapi memiliki erti yang sama. Ia diriwayatkan melalui beberapa jalan yang setiap darinya memiliki kelemahan, namun ia saling menguat antara satu sama lain sehingga dapat diangkat tarafnya ke darjat hasan lighairihi.

Sumber: ibnu Hajar al-Asqalani: Talkish al-Habir (Maktabah Nazar Mustofa al-Baz, Makkah 1996), 1/107-112, no: 70 dan Nasiruddin al-Albani: Irwaa’ ul-Ghaleel (Maktabah al-Islami, Beirut 1985), 1/122, no: 81

Baca selanjutnya di:

http://sehinggit.blogspot.my/2016/11/bolehkah-kita-berwudhu-dalam-tandas.html

5 Waktu Tidur Yang Dilarang Dalam Islam Dan Wajib Diketahui

Islam melarang tidur di waktu-waktu tertentu pasti ada mudhorotnya jika dilakukan. Inilah beberapa waktu yang dilarang untuk tidur dalam Islam.




1.Tidur setelah sholat shubuh atau tidur di waktu pagi
Siapa yang suka tidur setelah sholat subuh? tidak menyangkal memang tidur yang paling nikmat itu tidur setelah sholat subuh. Tapi dibalik kenikmatan itu ternyata Rasulullah SAW. melarang untuk melakukannya, kenapa?


Karena tidur pagi dapat membahayakan kesehatan tubuh, dapat menyebabkan rasa malas dan tidak bersemangat melakukan aktifitas pada sisa harinya, tidak akan mendapat berkahnya pagi hari, dapat menghambat datangnya rezeki. Selain itu, tidur pagi bukanlah termasuk akhlak dan kebiasaan para ulama salafus sholihin dan tidak sesuai dengan perintah dan petunjuk Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ibnul Qayyim berkata, “Ada empat hal yang menghambat datangnya rezeki yaitu: tidur di waktu pagi, sedikit sholat, malas-malasan dan berkhianat“. (Zaadul Ma’ad)

Dampak negatif yang dapat ditimbulkan karena tidur di pagi hari terhadap kesehatan tubuh diantaranya yaitu: Dapat mengganggu masalah metabolisme tubuh, keadaan badan akan menjadi lemah dan lesu, serta akan menghilangkan waktu yang sangat produktif. Jika tidur terlalu lama maka akan kehilangan banyak waktu produktif dalam sehari.


2.Tidur setelah sholat ashar menjelang magrib
Biasanya kalau kita tidur di sore hari yakni pada waktu ashar sampai menjelang magrib, akan membuat keadaan seperti linglung, pusing, badan sakit, dan justru seperti orang sakit. sebagian ulama mengatakan “Siapa saja yang tidur selepas waktu ashar sehingga terganggu kejiwaannya, maka janganlah ia mencaci selain dirinya sendiri“. Jika terlalu sering tidur di sore hari akan membuat jiwa atau pikiran semakin buruk.

3.Tidur sebelum sholat isya
Telah di riwayatkan oleh Abu Barzah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Bahwasanya Rasulullah membenci tidur sebelum shalat isya’ dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat)  setelahnya“. (HR. Bukhari dan Muslim)

Beberapa ulama menjelaskan, sebab dibenci tidur malam sebelum isya’ adalah dapat memungkinkan ditinggalkannya sholat isya’ pada waktunya. Jadi, jangan tidur sebelum Anda melakukan ibadah (sholat isya).

4.Tidur setelah selesai makan
Jika setelah selesai makan langsung tidur, maka proses pencernaan tidak berjalan secara maksimal sehingga akan menyebabkan ketidaksempurnaan dalam proses pencernaan. Karena tidur setelah makan juga dapat membahayakan kesehatan.

5.Tidur sepanjang hari
Tidak baik tidur sepanjang hari, kecuali dalam keadaan dan kondisi yang tidak memungkinkan seperti sakit. Terlalu banyak tidur juga tidak dianjurkan dalam Islam dan hukumnya makruh. Banyak tidur dapat mematikan hati, menimbulkan kemalasan, dan gangguan kesehatan tubuh.

Itulah beberapa waktu yang tidak dianjurkan untuk tidur karena tidak ada manfaatnya bagi tubuh justru akan memperburuk kesehatan, rezeki dan kecintaan Allah pada hamba-Nya.